Beberapa
lagu dan dolanan tradisional anak merupakan warisan dari masa lampau
yang merupakan peninggalan dari wali songo, salah satunya adalah Sunan
Giri. Dahulu Giri adalah sumber ilmu keagamaan, dan
termasyhur diseluruh tanah Jawa dan sekelilingnya. Dari segala penjuru,
baik
dari kalangan atas maupun kalangan bawah banyak yang pergi ke Giri untuk
berguru/menuntut ilmu Agama kepada Sunan Giri. Beliaulah kabarnya yang
menciptakan gending
Asmaradana dan Pucung. Daerah penyiarannya sampai ke Madura, Nusa
Tenggara, Sulawesi dan Maluku.. Sunan Giri adalah pendidik yang berjiwa
demokratis. Beliau mendidik anak-anak dengan jalan membuat bermacam-macam
permainan yang bernuansa agama. seperti misalnya : jelungan, jamuran, gendi
gerit, jor, gula ganti, cublak-cublak suweng, ilir-ilir dan sebagainya. Diantara
permainan kanak-kanak hasil ciptaan/gubahannya adalah rupa “jitungan” atau
“jelungan”. Caranya adalah :
Anak-anak banyak, satu diantaranya menjadi pemburu, yang lain
jadi “buruan” mereka akan selamat atau bebas dari terkaman pemburu apabila
telah berpegangan pada jitungan yaitu satu pohon/tiang / tonggak yang telah
ditentukan terlebih dahulu.
Permainan tersebut mengajarkan tentang
keselamatan hidup, yaitu bahwa apabila
sudah berpegangan kepada agama yang berdasarkan ke Tuhanan YME, maka manusia
(buruan) itu akan selamat dari terkaman iblis (pemburu). Di samping itu
diajarkannya pula nyanyian-nyanyian untuk kanak-kanak yang bersifat paedagogis
serta berjiwa agama, Di antaranya adalah berupa ‘tembung dolanan bocah’ (lagu
permainan anak-anak), yang berbunyi sebagai berikut :
Selain itu terkenal pula tembang buat kanak-kanak yang
bernama “Ilir-ilir” yang isinya mengandung filsafat agama. Bunyinya demikian.
“Lir-ilir, lir ilir, tandure wing angilir, tak ijo royo-royo,
tak sengguh temanten anyar. bocah angon, bocah angon, penekno blimbing kuwi,
lunyu-lunyu penekno kanggo masuh dodotiro. dodotiro-dodotiro, kumitir bedah ing
pinggir, dondomon jrumatono, kanggo sebo mengko sore, mumpung gede rembulane,
mumpung jembar kalangane, ndak sorak hore.”
Maksudnya
kurang lebih : sang bayi yang baru lahir di dalam dunia ini masih suci bersih,
murni, sehingga ibarat seperti penganten baru, siapa saja ingin memandangnya,
“bocah angon” (pengembala) itu diumpamakan santri, mualim, artinya orang yang
menjalankan syariat agama. Sedangkan “blimbing” diibaratkan blimbing itu
mempunyai/teridiri dari lima belahan, maksudnya untuk menjalankan sembahyang (shalat)
lima waktu. Meskipun “lunyu-lunyu” (licin). tolong panjatkan, walaupun
sembahyang (shalat) itu susah, namun kerjakanlah, untuk
membasuh “dodotira-dodotira,
kumitir bedah ing pinggir” maksudnya walaupun sholat itu susah, tetapi
kerjakan
guna membasuh/membersihkan hati dan jiwa kita yang kotor . “Dondomono,
jrumatana, kanggo
sebo mengko sore, dan surak-surak hore”. Maksudnya ” bahwa orang hidup
di dalam
dunia ini senantiasa condong kearah keburukan/berbuat dosa, segan
mengerjakan yang baik
dan benar, sehingga dengan menjalankan sholat itu diharapkan dikemudian
dapat kita gunakan sebagai bekal kita dalam menghadap kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa, bekal itu adalah beramal soleh. Itulan beberapa
ciptaan sunan giri. Untuk tembang (lagu) ilir-ilir ini ada pula yang
berpendapat, bahwa itu adalah ciptaan sunan kalijaga. Akan tetapi
mengingat
bahwa diantara wali Songo, sunan Giri yang terkenal sebagai seorang
pendidik
yang gemar menciptakan lagu-lagu kanak-kanak maka besar dugaan bahwa
lagu
tersebut adalah ciptaan beliau juga. Jika tidak, yang pasti adalah bahwa
tembang tersebut adalah ciptaan pada jaman wali. Hal yang penting
adalah, kita harus menjalankan perintah Agama sesuai pesan yang ada
dalam lagu dan dolanan anak peninggalan wali Songo. Bagaimana menurut
anda?
Semoga bermanfaat,,, termakasih.
info bertanam...
EmoticonEmoticon